Mengenal Medium Term Notes (MTN)

01 Juni 2016

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan mempertimbangkan semakin berkembangnya instrument investasi di pasar keuangan dan untuk menunjang keberhasilan penyelenggaraan program pensiun, pengelolaan investasi dana pensiun (dapen), telah menerbitkan POJK Nomor 3/POJK.05/2015 tanggal 31 Maret 2015 dan efektif berlaku mulai tanggal 16 April 2015. Pada POJK tersebut terdapat beberapa perubahan terkait dengan investasi dana pensiun, antara lain :

  1. Pasal 2 menambahkan intrumen investasi baru yaitu Medium Term Notes (MTN) dan Repurcahse Agreement (Repo).
  2. Melonggarkan rating surat berharga, semula minimal A menjadi investment grade (BBB-), sehingga dapen dapat lebih leluasa memilih surat berharga namun dapen harus tetap memperhatikan risiko kredit atas investasinya.

Uraian berikut fokus pada investasi dapen pada instrumen MTN. Upaya meminimalisir risiko kredit investasi pada instrumen MTN, OJK menetapkan persyaratan yang harus dipenuhi dapen yaitu :

  1. Persyaratan yang harus dipenuhi apabila dapen akan berinvestasi pada MTN dan  Repo (pasal 6), adalah :
  1. Memiliki jumlah investasi paling sedikit Rp 200 miliar.
  2. Tingkat risiko berdasarkan penilaian yang dilakukan oleh OJK adalah sedang rendah atau rendah.
  3. Memiliki manajemen risiko yang memadai.
  4. Menggunakan jasa penasehat investasi yang telah mendapat izin dari OJK.

 

  1. Hal lain yang perlu diperhatian untuk investasi pada MTN adalah :
  1. Maksimal investasi pada MTN adalah 10% dari total investasi (pasal 8 ayat 1 dan pasal 9 ayat 3).
  2. Investasi MTN tidak boleh melebihi 10% dari emisi MTN (pasal 9 ayat 5)
  3. Investasi MTN harus memenuhi kriteria (pasal 9 ayat 6):
  • MTN terdaftar di KSEI.
  • MTN memiliki agen monitoring yang mendapatkan izin sebagai wali amanat dari OJK.

Sesuai penjelasan POJK, yang dimaksud agen monitoring adalah pihak yang menjalankan fungsi sebagai wali amanat. Agen monitoring dimaksudkan untuk memenuhi prinsip kehati-hatian bagi Dana Pensiun dalam melakukan investasi pada MTN.

  • MTN memiliki peringkat investment grade yang dikeluarkan oleh perusahaan pemeringkat efek yang telah mendapat izin dari usaha dari OJK.

 

  1. Manajemen risiko yang memadai (butir 1c) diatas sesuai penjelasan POJK, paling sedikit mencakup :
  1. Pengawasan aktif Pengurus dan Dewan Pengawas untuk melaksanakan fungsi pengurusan dan pengawasan dari Dana Pensiun.
  2. Kecukupan kebijakan, prosedur dan penetapan limit risiko,
  3. Kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko
  4. Sistem informasi manejemen risiko
  5. Sistem pengendalian intern yang menyeluruh

Berikut dikemukakan perbedaan pokok antara MTN dengan Obligasi sehingga investor diharapkan lebih memahami apa karakteristik MTN dan beberapa hal yang perlu mendapat perhatian sebelum memilih MTN sebagai alternatif investasi.

MTN merupakan surat utang yang memiliki jangka waktu menengah (medium) umumnya jangka waktu MTN tidak lebih dari 3 tahun. Namun demikian saat ini terdapat MTN yang diterbitkan oleh Pemerintah  (Kemenkeu)  dalam denominasi USD yaitu Islamic Global Medium Term Notes (Islamic GMTN)  dengan jangka waktu 10 tahun.

Pada prinsipnya MTN dan obligasi adalah sama-sama surat utang yang diterbitkan oleh issuernya, namun demikian jangka waktu relatif beda, proses penerbitan berbeda (lebih simple) baik dari sisi persyaratan maupun waktu yang dibutuhkan. Dengan demikian dengan issuer yang sama MTN mempunyai risiko kredit, risiko likuiditas dan risiko pasar yang lebih besar dibanding obligasi. Sebut saja risiko kredit karena dalam proses penerbitan memang tidak perlu data selengkap dan se update obligasi sehingga bisa jadi data yang kurang up to date menyebabkan kondisi perusahaan sudah berubah. Risiko Likuiditas, karena MTN tidak diwajibkan untuk didaftarkan di KSEI dan Bursa Efek sehingga perdagangan di secondary market relative kecil sehingga meningkatkakan risiko likuiditas dan pada akhirnya dapat  menyebabkan timbulnya risiko pasar dan kredit

Karakteristik MTN adalah sebagai berikut:

  • MTN tidak diwajibkan mempunyai rating surat berharga, tidak diwajibkan didaftarkan di KSEI dan tidak diwajibkan didaftarkan di bursa efek, sehingga cenderung illikuid.
  • Proses penerbitkan MTN jauh lebih cepat karena dokumentasi sederhana dan tidak memerlukan ijin efektif dari OJK.
  • Biaya proses penerbitan yang menjadi beban Issuer jauh lebih kecil namun dengan konsekuensi kupon lebih tinggi dari obligasi karena investor dibatasi dan tidak bisa ditawarkan melalui penawaran umum dan tidak likuid.
  • Bagi investor akan menikmati kupon lebih tinggi namun risiko lebih besar baik risiko kredit, risiko likuiditas maupun risiko pasar. Khususnya untuk dapen perlu mempertimbangkan beban pajak karena MTN tidak secara spesifik disebut dikecualikan dari pembayaran pajak.
  • MTN merupakan instrument yang dapat dipergunakan oleh issuer untuk memperoleh bridging finance sebelum menerbitkan obligasi/IPO/pinjaman bank.

Secara lebih rinci, berikut disampaikan beberapa perbedaan pokok antara MTN dengan Obligasi yang juga akan berdampak pada pengelolaan likuiditas dapen, yaitu :

Obligasi

Medium Term Notes (MTN)

  1. Memerlukan pernyataan efektif dari OJK
  2. Setelah memperoleh pernyataan efektif, penawaran obligasi dapat dilakukan sekaligus atau berkelanjutan (sesuai persetujuan yang diberikan oleh OJK). Penawaran dilakukan melalui penawaran umum (tidak ada pembatasan investor)
  3. Dokumentasi lebih kompleks mengikuti ketentuan pasar modal sehingga bagi issuer memerlukan biaya yang lebih besar.
  4. Wajib didaftarkan di KSEI sehingga lebih aman diperdagangkan di pasar sekunder tanpa warkat (scriptless/paperless)
  5. Wajib dicatatkan di bursa efek sehingga lebih likuid
  6. Rating surat berharga wajib ada.
  7. Laporan keuangan audited terakhir yang tidak boleh lebih dari 6 bulan dari tanggal efektif OJK dan diperlukan comfort leeter dari KAP.
  8. Kupon obligasi cenderung lebih rendah karena jumlah investor tidak dibatasi dan issuer sudah mengeluarkan biaya yang lebih besar serta memerlukan proses yang lebih panjang.
  9. Dana Pensiun yang melakukan investasi pada obligasi harus meyakini ratingnya memenuhi ketentuan dan investasi pada obligasi dikecualikan dari pembayaran pajak sesuai PMK nomor 234/PMK.03/2009 tanggal 29 Desember 2009, pasal 1 butir b yang menegaskan “ bunga, diskonto, dan imbalan dari obligasi, obligasi syariah (sukuk), Surat Berharga Syariah Negara, dan Surat Perbendahraan Negara, yang diperdagangkan dan/atau dilaporkan perdagangannya pada bursa efek di Indonesia…”.
  1. Tidak memerlukan pernyataan efektif dari OJK
  2. Penawaran kepada investor dilakukan terbatas yaitu ditawarkan maksimal kepada 100 pihak atau calon investor dan realisasi investor kurang dari 50 pihak serta penerbitannya dapat dilakukan sesuai dengan proyek yang ditawarkan.
  3. Dokumentasi lebih sederhana dan waktu penerbitan relative lebih mudakh disesuaikan dengan kebutuhan cash flow penerbit
  4. Tidak wajib didaftarkan di KSEI
  5. Tidak wajib dicatatkan di bursa efek sehingga relative kurang likuid.
  6. Rating surat berharga tidak wajib
  7. Laporan keuangan audited terakhir dan in-house (unaudited) terakhir serta tidak diperlukan comfort letter dari KAP.
  8. Kupon MTN umumnya lebih tinggi, karena jumlah investor terbatas, biaya yang dikeluarkan issuer lebih kecil serta proses penerbitan mendesak/pendek.
  9. Dana Pensiun yang melakukan investasi pada instrument MTN harus meyakini apakah MTN tersebut ratingnya memenuhi ketentuan (investment grade atau sesuai dengan Arahan Investasi) dan sebaiknya meyakini apakah imbalan dari MTN dikecualikan dari pembayaran pajak mengingat MTN tidak disebutkan pada PMK dimaksud dan MTN tidak wajib didaftarkan di KSEI dan bursa efek (lihat butir 4 dan 5 ).

Dari uraian diatas menurut hemat kami dana pensiun perlu lebih waspada dalam memilih instrument investasi dan khususnya untuk memilih investasi pada MTN perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut:

  1. Apakah rating surat berharga (MTN) sudah sesuai/memenuhi ketentuan pada Arahan Investasi  dan juga POJK no 3/POJK.05/2015 tanggal 31 Maret 2015, yaitu minimal adalah investment grade atau BBB- (POJK) dan AI sesuai dengan kebijakan masing-masing dapen.
  2. MTN memberikan kupon yang lebih tinggi dari Obligasi namun perlu diyakini apakah imbalan setelah diperhitungkan pajak masih tetap lebih tinggi MTN atau mungkin lebih tinggi Obligasi.
  3. Proses penerbitan Obligasi jauh lebih transparan dibanding dengan MTN. Apabila dapen memilih MTN sebaiknya lebih memahami perkembangan kondisi issuer MTN , misalnya apakah laporan keuangan yang dupergunakan  dalam analisis benar-benar yang terkini sehingga diharapkan dapat meminimalisir risiko kredit.
  4. Meyakini bahwa MTN tersebut mempunyai agen monitoring dan sudah didaftarkan di KSEI dapat mengurangi risiko likuiditas karena MTN diperdagangkan di pasar sekunder.  

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dapen yang berinvestasi di MTN, harus sudah menyadari bahwa MTN cenderung illikuid, imbalan hasil investasi menjadi obyek pajak (PMK tidak menyebut secara khusus bahwa imbalan MTN dikecualikan dari kewajiban membayar pajak), mempunyai risiko yang lebih tinggi dari obligasi, sehingga dapen harus lebih jeli dalam menentukan investasi pada MTN.

Demikian dan semoga bermanfaat.

Ditulis oleh Sarwadi – Dana Pensiun Bank Mandiri